Hidup sendiri dan merasa kesepian berdampak pada penurunan kesehatan tubuh. Ini temuan dari dua penelitian terbaru.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Archives of Internal Medicine dan dilansir dari webMD menyebutkan bahwa gagasan hidup sendiri jauh dari teman maupun keluarga, nyatanya sangat mempengaruhi kualitas dan umur kehidupan seseorang.
Studi pertama yang melibatkan 45.000 orang dewasa berusia 45 atau lebih, ditemukan sekitar 19% di antaranya ternyata hidup sebatang kara dan mereka mengidap penyakit jantung. Kemungkinan mereka meninggal dunia dalam empat tahun lebih cepat ketimbang seseorang yang hidup ditemani orang lain.
Risiko kematian terhadap orang yang berusia 45-65 dan tinggal sendirian adalah 24% lebih mungkin meninggal dunia selama penelitian dibandingkan kelompok usia yang sama namun tinggal bersama pasangan atau teman.
"Ini seperti harus mengirim bendera merah kecil bahwa pasien ini membutuhkan perhatian lebih," kata peneliti Deepak L. Bhatt, MD, MPH, seorang ahli jantung di Rumah Sakit Brigham & Woman di Boston, yang juga seorang profesor di Harvard Medical School.
"Mungkin kita perlu sedikit lebih berhati-hati bahwa pasien ini benar-benar pergi untuk menebus resep mereka, atau sampai ke pemeriksaan teratur atau mampu membeli dan makan makanan sehat,” sambungnya.
Hubungan Kesepian dengan kesehatan
Sementara dalam studi kedua yang dilakukan Perissinotto dan timnya diikuti lebih dari 1.600 manula berusia lebih dari 60 tahun selama enam tahun (2002-2008). Mereka ditanyai apakah mereka merasa ditinggalkan, terisolasi, atau tidak terlibat dengan hubungan persahabatan.
Jawabannya, 43% mengaku mereka merasa kesepian.
Mereka yanng mengaku kesepian, 45% lebih mungkin meninggal dunia selama penelitian dibandingkan mereka yang tidak merasa terisolasi. Hampir 23% di antaranya meninggal dunia, dibandingkan dengan 14% orang yang mengatakan mereka tidak merasa kesepian.
Penelitian menemukan, kesepian erat kaitannya bahwa seseorang akan mengalami kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari seperti berjalan, naik tangga, makan, mandi dan lainnya. Perissinotto mengaku sangat terkejut bahwa kesepian sangat memberi dampak besar.
"Menemukan asosiasi itu sedikit menyedihkan," katanya.
"Saya punya pasien yang sudah kehilangan berat badan. Dia memiliki sumber daya, tetapi dia tidak menikmati makan lagi karena tidak ada pengalaman sosial. Dia mengatakannya langsung, "Aku kesepian,” sambungnya.
Tidak hanya sekadar bahwa dia masih bisa mendapatkan makan, namun kata Perissinotto, yang terpenting lainnya apakah ada seseorang yang menemani makan dan mengajaknya mengobrol.
Tapi kesepian tidak selalu menyebabkan masalah penurunan kesehatan. Masalah fisik pun juga bisa mengakibatkan kesepian.
Perissinotto mengungkapkan, dia memiliki pasien yang mentalnya normal, namun memiliki kesulitan fisik sehingga membuatnya susah menuruni atau menaiki tangga gedung apartemen. Jadi dia jarang keluar dari rumahnya untuk bersosialisasi.
Bantuan untuk orang kesepian
Kesepian bisa berdampak merugikan kesehatan. Seperti cenderung tidak tidur dengan baik, cemas dan stres, memiliki tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Mereka lebih mungkin mengalami penurunan dalam berpikir dan memori.
"Tidak peduli Anda seorang pria atau wanita dan dari negara mana, yang penting untuk dikelilingi oleh orang yang secara emosional mendukung Anda," kata Suzanne Steinbaum, MD, seorang ahli jantung preventif di Lenox Hill Hospital di New York.
Kesepian dapat menjadi masalah yang sulit diatasasi, namun tetap bisa dilakukan. Misalnya pasien serangan jantung yang tinggal dalam pusat rehabilitasi, bukan hanya karena latihan, tetapi juga karena mereka dikelilingi orang-orang yang juga memiliki pengalaman sama.
"Semua orang membutuhkan sistem pendukung," kata Suzanne Steinbaum, MD, seorang ahli jantung preventif di Lenox Hill Hospital di New York.
Bahkan bila tidak ada seseorang lain yang bisa menemani, penelitian menunjukkan bahwa memiliki binatang peliharaan juga dapat bermanfaat yang sama. (inilah.com)
0 komentar:
Posting Komentar