Pengendalian rayap selama ini dilakukan dengan bahan kimia. Pembasmiannya juga fokus pada perlakuan kayu. Akibatnya, pembasmian rayap kadang mengorbankan serangga lain serta merugikan manusia.
Peneliti dari Balai Litbang Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Sulaeman Yusuf, mengembangkan bahan antirayap alami, ramah lingkungan dan selektif untuk memperbaiki cara pengendalian rayap.
"Bahan ini membasmi khusus rayap, tidak serangga lain. Selama ini dalam pengawetan kayu, kayunya yang diawetkan. Sekarang, serangganya yang kita kendalikan," papar Sulaeman.
Menurut Sulaeman, antirayap yang selektif diperlukan untuk memperkecil efek lingkungan pendendalian rayap. Di samping itu, hanya beberapa jenis rayap saja yang sebenarnya merusak kayu dan bangunan.
Tercatat, jenis rayap yang merusak bangunan adalah Coptotermes gestroi, C. curvignatus, Schedorhitotermes javanicus, Macrotermes gilvus, Microtermes spp. dan Cryptotermes cynocephalus.
Diantara beberapa spesies yang ditemukan di Indonesia, hanya 2 spesies yang menyerang bangunan, yakni Coptotermes gestroi dan C curvignathus. Jenis C. gestroi adalah yang paling ganas.
Untuk mengembangkan bahan antirayap selektif, Sulaeman mengeksplorasi keanekaragaman hayati Indonesia. Beberapa jenis tanaman dan jamur sudah ditelitinya.
Antirayap alami dipilih karena juga dipandang lebih ramah lingkungan. Bahan kimia antirayap tertentu, seperti aldrin dan chlordan, merugikan kesehatan dan bersifat karsonogenik.
Eksplorasi Sulaeman menunjukkan bahwa alam Indonesia ternyata menyimpan bahan antirayap alami. dari puluhan jenis yang diteliti, ada lima jenis yang efektif mengendalikan rayap.
Lima jenis tanaman tersebut adalah Bintaro (Carberra adollum dan Carbera manghas), Kecubung (Brugmansia candida), Antiaris toxicaria, Azadirachta nimba atau nimba dan tembakau (Nicotiana tabaccum).
Bahan aktif yang membunuh rayap pada jenis tumbuhan tersebut adalah Azadirachtin pada nimba, Eugenol pada cengkeh, Certerin pada Bintaro dan nikotin pada tembakau. Bahan itu merusak kulit dan lambung rayap.
"Kita akan cari lagi bahan aktifnya sehingga nanti bisa diproduksi," kata Sulaeman yang baru saja dilantik sebagai profesor riset bidang biomaterial pada rabu (18/4/2012).
Menurut Sulaeman, bahan antirayap alami potensial untuk diproduksi. Apalagi, bahan alaminya sendiri tersedia melimpah di alam. "Misalnya bintaro, banyak sekali di pinggir jalan," ujar Sulaeman.
"Nantinya kita mungkin bisa memproduksi pestisida alami yang bebas dalam bentuk spray, seperti obat nyamuk, untuk mengendalikan rayap," pungkas Sulaeman. kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar